cooperatif learning

Dalam dunia pendidikan, paradigma lama mengenai proses kehidupan belajar-mengajar bersumber pada teori tabularasa john locke yang mengatakan bahwa seorang anak adalah sepeti kertas kosong yang putih bersih dan siap untuk menunggu coretan-coretan gurunya.dengan kata lain anak adalah ibarat botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebijakan dari guru. berdasarkan asumsi ini dan asumsi yang sejenisnya banyak guru-guru melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. memindahkan pengetahuandaeri guru ke siswa.. guru memberi informasi dan mnehgarapkan siswa siswauntuk menghafal dan mengingatnya.
2. mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Guru memiliki pengetahuanyang nantinya akan dihafal oleh soiswa..
3. mengkotak-kotkan siswa. Guru mengelompokkan siswa berdasarkan nilai dan memasukan siswa alam kategori siapa yang pandai, sedang, bodoh, siapa yang berhak naik kelas, dan tidak naik kelas, siapa yang lulus dan yanhgtidakluluks.
4. memacu sisa awa dlam kompetisi bagai ayam dduan. Siswa bekerja keras untuk mengalahkasn temannya. Siapa yang kuat, dia yang menag. Orangtuaapuin saling bersaing menyombingkan anaknya masing-masaing dan menonjolkan prestasi anaknya bagaikan memamerkan binatang aduan.

Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Penelitian menunjukkan bahwapara guru ataupun dosen sudah harus mengubah paradigma pembelajaran tersebut. Pendidik perlu menyusun dan memalksasnakan kegiatan pembelajaran berdasrrakan bebrapapokok pikiran sebagai berikut.

1. pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
2. siswa membangun pengetahuan secara kaktif.
3. pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
4. pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi guru dengan siswa.

Beberapa kasus yang muncul pada anak usia sekolah yang mencoba mengakhiri hidupnya karena tidak dibelikan buku oleh orang tuanya bisa jadi akibatr tingginya tingkat kompeisi disejkolah.

Sekolah merupakan suatu arena persaingan mulai dari awal masa pendidikan (dasar) sampai S3) seorang anak belajar dalam suasana kompetrisi dan harus berjuang keras memenangkan kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus. Sebenarnya kompetisi bukanlah satusatunya model pembelajaran yang harus dipakai oleh guru. Ada tiga piihan model dalam pembelajaran; yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning.

1.
1. model kompetisi

banyak pengajar memakai sistemkompetisi didalam proses pembelajran. Dalam model ini iswa akan belajar dalam suasana persaingan. Tidak jarang pula guru memakai imbalan dan ganjaran sebagai sarana untuk memotivasi siswa dlam memenangkan kompetisi dengan sesama pembelajar. Teknik ini banyak mewarnai dalam sistem evaluasi model ini. Tujusn utama dalam model pembelajaranini adalah hanyalah menempatkan anak didik dalamurutn mulai dari yang paling baik sanmpai yang paling jelek.. hasil yang didapat biasanya akan menempatkan sebagian bear anak didik memperoleh hasil yang biasa-biasa saja/kategori rata-rata., bebrapa anak dalam kategori berprestasi, dan beberpaa lagi sebagai calon tidak berhasikl/lulus. Akuibat langsung dari pola penilaian seperti nini adlah anakakan menghabiskan waktu /melewati edikitnya 12 tahun dalam masa hidup mereka sebgai anak yang biasa-biasa saja.

Model individual

Dalam sistem ini, setiap anak dididik belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Dengan kata lain, anak didiktidak bersaing dengan siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teaman sekelas dianggap tidak ada karena karena jarang ada onteraksi antara siswa di ruang kelas. Di dalam pengaajarn individual banyak sekolah-sekolah di amerika serikat memakai paket-paket dan bahan-bahanpengajaran yang memungkinkan anak didik belajar sendiri danhanya sedikit monitor dari pengajar. Ruang kelas ditata sedemikian rupa dengan beberapa lesarning centers, sehingga memungkinkan anak didik untuk menempati lokasi dalam ruang kelas dimana mereka bisa belajar sesuai dengan minat dan kebiasaan masing-masing.

Pola penilaian dalam sistem pengajaran individual, pengajar menetapkan standar untuks etiap siswa. Jika siswa tersebut mencapai matau melewati nilai standrd untuk setiap siswa dia akan mendapatkan nilai A jika tidak dia akan mendapatkan nilai C atau D. jadi nilai siswa tidak ditentukan nilai rata-rata atau teman sekelas, melainkan usaha diri-sendiri dan standard yang ditetapkan oleh pengajar.

Di indonesia model pembelajaran baru diadpsi oleh universitas terbuka dengan sisitem modulnya. Di luar jalur pendidikan formal, model pembelajaran individual dipakai pada paket-paket belajar jarak jauh (distance learning) dan di pusat-pusat studi bahasa asing yang lebih dikenal dengan nama learning center atau self-acces center.

Asumsi yang mendasari sitem pengajaran individual adalah bahwas setiap siswa bisa belajar sendiri tanpa atau dengan swedikit bantuan dari pengajar. Maka dari itu, setiap siswa diberi paket-pesket pelajarannya yang sudah terprogram untuk kebutuhan individu mereka. Dengan demikian, diharapkan sisitemi ini bisa mengurangi beban pengajar. Tetapi dalam prakteknya siswa masih mmbutuhkan bantuan guru. Dan interaksi dengan teman sesama siswa. Tidak mungkin seorang pengajar dengan lebih satu siswa untuk benar-benar menerapkan sistem pengajaran individu, karena berarti pengajar harus memperhatikan prestasi,minat, bakat, gaya belajar,kecepatan belajar, dan banyak hal lain yang menyangkut kepribadian siswa.

Asumsi lain adalah yang menyatakan bahwa anak didik adalah unukik dengan segala kebiasaan, kemampuan, minat, dan bakatnya yang sangatlah berbeda denganyang lainnya. Maka dari itu, esetiap anak didik perlu mendapat perhatian dan kesempatan khusus mengembangkan potensinya semaksimal mungkin.

Tampaknya model pembelajaran ndividual lebih menarik daripada model pembelajaran kompetensi. Anakdidik bisa diharapkan belajar sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing dan terbedbas dari stres karena tekanan yang mewarnai sistm kompetisi. Tetpi jika sikapindivdual anak tertanam dalam jiwa anak didik, kemungkinan besar mereka akan mengalami kesulitan unjtuk hidup bermasyarakat. Mereka tidak bisa terus-menerus mengharapkan masyaarakat untuk memberi perhatian khusus pada keunikan merka seperti yang telah mereka peroleh di dalam dunia pendidikan individual. Sering mereka juga ditntut untuk bisa beradaptasi dengan kebiasaan, minat, maupun kemampuan mereka.

Selain itu model pembelajaran individual ini jelas memakan banyak biaya yang relatif lebih mahal. Karena pendidik dituntut untuk memberi perhatian khusus pada keunikan setiap anak didiknya, rasio pengajar dengan anak didik pasti harus disesuaikan agar pengajar bisa melaksanakan tufgasnya. Akan sulit bagi pendidikuntuk memberi perhatian dan dorongan khusus untuk semuanya di kelas yang berisi lebih dari 30 orang. Mahalnya biaya pendidikan ini disebabkan oleh fsasillitas-fasilitas khusus seperti odul-modul dan paket-paket eserta learning centers yang harus disediakan sekolah yang menyelenggarakan.

c. model cooperative leaning

falsafah yang mendasari model gotong royong adalah bahwa manusia merupakan makhlu k homo homini socious. Falsaafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk, sosial sehingga kerja sama merupakan kebutuhan hidup yang sangat penting artnya bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa kerja sama tidak ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama kehidupan ini sudah punah.

Ironisnya model pembelajaran cooperativ belum banyak learning belum banyk dilakukan disekolah-sekolahdalam penisdddikan, wqalaupun orang indonesia sangat mengmbanggakan sifat gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan menggunakan sistem kerja sama di dalaam kelas karena meraka beranggapan bebrpa alaassan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan di dalam grup. Selain itu, banyak si

swa juga tidak senang disuruh bekerja sama dengan orang lain. Siswa yang tekun merasa harusbekerj melebhi siswa yang lain di dalam grup mereka,sedangkan siswa yang kurangmampu merasa minder di tempatkan dalamsatu grup dengan siswa yang lenbih panadai. Siswayang tekun jugahaarus merass teamannya yang kurang mampu hanya nunut saja pada hasil jerih payahnya.

Sebenarnya pembagian kerja yang tidak adil tidak perlu terjadi dalam kelompok jikapnegajar benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran cooperative learning. Banyak pengajar hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai pembagian tugas. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendiri dan karenamereka belum berpengalaman mereka merasa bingung dantidak tahu harus bagaimana harus bekerjasama menyelesaikan tugas tersebut. Kekacauan dan kegaduhan lah yang kan terjadi.

Model pembelajarn cooperative learning tidak sama hanyadengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning drengan benar akan memungkinakan pendidik mengelola kelas denganlebih efektif.
LIMA UNSUR MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE L

Roger dan david johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal lima prinsip pembelajaran cooperative learning harus diterapkan.

a. saling ketergantungan positif.

Keberhasilan suatu kelompok saling tergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Ranai kerja sama ini terus berlanjut samapai dengan mereka yang dibagian percetakan dan loper surat kabr. Semua orang itu bekerjasama demi mencapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbuitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut ke tangan pembaca.

Dalam permainan sepak bola ke 11 pemain memiliki tugas masing-masing sesuai dengan posisinya tetapi tujuan yang akan dicapai hanya satu yaitu berhasil mencetak gol untuk memenangkan pertandingan. Sebaik apapun seorang kper tetapi jika pemasin bertahannya jelek maka ggawangnya lama-kelamaan akan kemasukan gol juga begditu juga sebaliknya sebaik-baiknya penyerang jika pemain lapngan tengah tifdak pernah memberoi ola maka dia tidak pernah memilikii kesempatan untuk mencetak gol.

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif pengajar perlumencuiptakan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok haus menyelesaikan tuganya sendiri yang lain agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode jigsaw, aronson menyatakan jumlah anggota kelompok dibatasi hanya sampai 4 orang saja. Dan keempat orang ini diberitugas membaca ditugaaskan membaca bagaian yang berbeda.keempa anggota ini lalu berkupul dan bertukar informai. Selanjutnya pengajar akan mengevaluasi mereka seluruh bagian . dengan ara ini mau tidak mau anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar berhasil.

Setiap siswa mendapat nilai sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan’ setiap anggota. Misalnya nilai rata-rata A adlah 65 dan kali ini ia mendapat nilai 72, maka dia akan menyumbangkan 7 point untuk nilai kelompok. Dengan demikian setiap siswa akan memberi kesempatan akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan.

b. tanggung jawab perseoranagan

setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode cooperative learning adalah persiapan guru dalam penyusuan tugasnya.dalamproses metode pembelajaran coopertive learning guru harus membuat persiapan dan menysusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok haruus melaksanakan tanggung jawbnya senidiri agar tugas selanjutnya dlam kelompok bisa dilaksanakan. Dalam teknik jigsaw yang dikembangkanaronson misalnya, baghan bacaan dibagi menjadi 4 bagiandan masing-masing pembelajar mendapat dan membaca satu bagian. Dengan demikian pembelajar yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui denganjelas dan mudah. Rekan-rekan satu kelompoknya akan menuntutnya untuk mlaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.

c. tatap muka

setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akanlebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala sasaja. Lebih jauh lagi, hasil kerjassma ini jauh lebih besatrdaripada jumlah hasil anggota masing-masing.

Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, mammemanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, sosial eknomi yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan ini akanmenjadi modal utama dalam proses sasling memperkaya anggota kelompok. Sinergi tidak didapatkn begitu sjaaja dalam sekejap, tapi merupakan proses kelopok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerimasatu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

d. komunikasi antar anggota

unsur nni juga menghendaki gagar pembelajar dilengkapi dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok guru perlu mengjarkan cara-cara berkomunikasi. Tiddak setiapsiswa mempunyai keahlianmendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

Kadan-kadan pengajar perlu memberi tahu secara ekspllisit mengenaicara-cara berkomunikasi secara efektif seperti cara menanggapi pertanyaan , menyanggah pendapat oarng lain tanpa harus menyinggung orang tersebut, karena masih abanyak yang belum dapat kyrang sensitiv dan bijak sana dalam menyatakan pendapat mereka.

Ketrampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharpakkan langsung menjadi komunikator yng andal dalam waktu sekejap. Naun proesini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

e. evaluasi proses kelompok

pengajar perlumenjadwwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proeses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok. Melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu setel;ah beberapa jkali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran ocooperwtive learning.

Secara positif kompetisi bisa menimbulkan rasa cemas yang justru memacu siswa untuk meningkatkan belajar mereka. Seidkit rasa emas memang bisa memotivasi siswa sementara rasacemas yang terlalu besar justru bisa menghancurkanmotivasi.. dampak lain dari pembelajaran kompetisi adalah :

1.
1. munculnya suasana permusuhan di dalam kelas, untuk behasil di dalam sistem ini anak harus mengalahkan temannya ddi dlam satu kelas.
2. munculnya luka batin terhadap anak yang klah dalam persaingan sehingga bersifat anti pati terhadap teman sesama, guru maupun pembelajar yang lain.
3. terbawanya sikap di sekolah dalam dunia kerja sehingg dunia kerja mreupakan dunia persaingan danpermusiuhan, pafdahal sebuah organisasi akan berhasil jika terjadi kerjasama yang baik antar anggota organisasi tersebut., gemblengan selama 212 tahun dalam dunia kompetisis disekolah sulit untuk fdihapuskan setelah dia menamatkan dunia pendidikan.

Sayangnya kondisi model pembelajaran ini masih banyak sekali diterapkan disekolah bahkan di bebaerapa kegiatanyang melibatkan anak dalam kuid, afi junior,dsb. Yang mereka mengatasnamakakan yang lain tetapi esensi yang muncul adalah memunculkan persaingan atau kompetisis. Hal ini baik saja swlagi yang kalah bisa menerima kenya

taan dan tidak menimbulkan kluka batin yang dalam apalagi untuk anak-anak saya kira bisa menimbulkan luka baitn dantrauma yang dalam yang suluit untuk dilupakan. Sehingga menjadi bom waktu apabila terbawa sampai wawktu-waktu berikutnya. .

Pada abad 21 ini kita perlu menelaah kembali proses pembelajaran sehingga anak didik dpat berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21.

Ada persepsi umum yang berakar di dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat yang menganggap bahwa tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru dipandang yang maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai dan nilai UAN yang tinggi.

Tampaknya perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses pembelajaarn an interaksi antara isiwa dan guru. Sudah sewajarnya proses pembelajaran lebih mempertimbangkan siswa bahwa siswa bukanlah botol kososng yang bisa diisi dengan muatn-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar mengajar tidak harus belrasal dari uru menuju siswa. Tapi juga bisa siswa saling mengajar sesamanya. Bahkan banyak penelitian yang menujukkan bahwa pembelajaran oleh teman sebaya (peer teaching) ternyatalebih efektif daripadapengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran gotong-royong” atau cooperative learning” Dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.

Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi dan demografi yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi utntuk lebih mentiapkan anak didik dengan ketrrampilan-ketrampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.

1.
1. trnsformasi sosial

dalam dua dekade terakhir karena pengaruh modernisasi struktur keluarga berubah drastis. Sehingga semakin banyak anak yang dibesakan dlam keluuarga inti tanpa kehadiran penuh hk edua orang tua apalagi di kota-kota besar. Banyak anak yang tumbuh dengan seditkit pengasuhan dari orang tua. Yang lebih menyedihkan anak lebih banyak meluangkan waktu di depan televisi daari pada aktivitas dengan teman sebaya, ditempat ibadah maupun di sekolah.stasiun televisi mungkin membantah hasil penelitian yang menyatakan efek negatif adanya televisi,yang jelas televisi adalah suatu kegiatan soliter. Pada saat mata terpaku pada layar tv hilanglah kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Menurut (spencer kargon, 1992) anak usia sd rta-ratta menonton televisi 15 kali lebih lama dari pada berbicaraa dengan ayah mereka.
Di tengah-tengah tranfsformasi sosial yang menimbulkan banyak pdampak negatif sekolah seharusnya ikut memperhatikan perkembangan moral dan sosial anak.dala sistem pengajran tradisional, sisa dipaksa untuk bekerja secara individual atau kompetitif tanpa ada banyk kesempatn untuk berinterkasi dabn bekerja sama dengan sesama.
c. transformasi ekonomi

menururt john naisbit hampir 90% pekerjaan diera post-industri bergerak dalam bidang informasi, ilmu pengetahuan atau jasa. Derasnya informasi sduadah tiakmemungkinkan bagi guru untuk serba tahu dan beranggapan bahwa siswa perlu dimasuki dengan berbagai fakta ilmu pengeathuan dan informasi. Agar lebih siap memasuki era informasi, siswa perlu diajar baagaimana caranya untuk mendapatkan informasi sendiri, apakah itu dari guru, teman, bahan-bahan pelajaran ataupun sumber-sumber lain.

Selain itu interdependence (keterkaitan) merupakan ciri lain dari transformasi ekonomi. kemampuan atau kepandaian individu bukan lah yang terpenting, tetapi Kemampuan untuk bekerjasama dalam tim untuk mencapai tujuan dan keberhasilan suatu usaha lebih dibutuhkan.

Guru sehausnya lebih terpanggil untukmempersiapkan anak didiknya sehingga dapat berkomunikasi dan bekerja sama sdengan orang lain dalam berbagai situasi sosial.

1.
1. transformasi demografis

akibat globalisasi tingkat urbanisasi dunia meningkat menurut deret ukur. Pada tahun 1800 hanya ada 2,4% penduduk dunia yang hiduup di kota. Angka ini meningkat menjadi 10% pada tahun 1900 dan 25% pada tahun 1950. urbanisasi ternyata telah membawa iplikasi-implikasi yang serius dalamperubahan nilai-nili sosial dan proses sosialisasi. Kompetisi dan eksploitasi merupakan bagian dari kehidupan perkotaandan mewarnai evolusi karkter dan nilai-nilai sosial. Sehingga terciptalah homo homini lupus. Sekolah seharusnya sebgai keluarga kedua seharusnya merupak an tempat untuk meneanamkan sikap-sikap cooperative dan mengajarkan cara-cara bekerja sama. Sehingga sekolah memegang perranan dalam pembentukan homo homini socius.

Sekolah juga merupakan tempat ertemuan anak dari berbagai suku dan ras. Tnpa penaganan yang bijaksana anak agkan terjerumus diddalam ketreganagan antar suku dan nilainilai rasialis.

Seperti kata pakar pendidikan john deweey, sekolah adalh miniatur masyarakat maka sudah selayaknyaalah anak didik belajar mengenai tata cara bermasyarakat dalam konteks-konteks yang sesungguhnya semasa maih disekolah. Metode pengjran cooperaive learning telah dibuktikan sangat efektif dalam meningkatkan hubungan antar ras di amerika serikat (Robert Slavin, 1995 ).

Kita sedang mengalami krisis dalam dunia pendidikan . perubahan-perubahan yang cepat dan dasyhatat di dunia luar merupakan tantangan yangharus dijawb oleh duunia pendidikan. Jika kita tidak mengubah praktik-praktik pendidikan yang sudah usang maka kita akan bergerak menuju keruntuhan, bukan saja dalam dunia pendidikan, melainkan juga dalam kehidupan bermasyarkat.
Referensi:

Lie Anita. 2008. Cooperatif Learning, Jakarta: PT Grasindo.
sumber :http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/13/cooperatif-learning/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This blog is kept spam free by WP-SpamFree.