PENINGKATAN PENGGUNAAN KOMIK TERHADAP
PEMAHAMAN NOUN PHRASE SISWA DI
KELAS X MAN MAGELANG
TAHUN PELAJARAN 2008/2009
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
Herlina Bayu Purbosari
MADRASAH ALIYAH NEGERI MAGELANG
DEPARTEMEN AGAMA KABUPATEN MAGELANG
TAHUN 2009
KATA PENGANTAR
Saat ini kita hidup di tengah revolusi yang mengubah cara hidup, bagaimana cara kita berkomunikasi, dan bagaimana kita berpikir dan mendapatkan kemakmuran. Revolusi ini akan menentukan bagaimana kita bekerja, bertahan hidup dan menikmati seluruh kehidupan. Kita, dengan begitu, membutuhkan revolusi pembelajaran yang untuk menyeimbangkan revolusi informasi agar setiap orang dapat mengambil keuntungan yang sama dari potensi manusia yang luar biasa. Bahasa Inggris, yang merupakan alat revolusi informasi, harus dipelajari oleh pelajar Indonesia sejak SD sampai mahasiswa. Sayangnya, hasil yang diharapkan belum terwujud. Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi bisa jadi karena teknik mengajar guru yang belum baik. Hal ini menyemangati penulis untuk mengkaji efektifitas komik sebagai alat pembelajaran Bahasa Inggris. Karya tulis ini diberi judul: “Penggunaan Komik Terhadap Pemahaman Noun Phrase Siswa di Kelas X MAN Magelang”
Dalam kajian ini, kita akan mendiskusikan pengaruh komik terhadap pemahaman siswa dalam mempelajari Noun Phrase. Penulis menggunakan “Let’s Talk” untuk kelas X sebagai bahan utama. Kajian ini dilangsungkan di kelas X MAN Magelang.
Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa literature dan juga mengakses internet. Data utama diambil dari hasil tes yang diberikan kepada siswa. Setelah melakukan penelitian, penulis berkesimpulan bahwa jika komik digunakan sebagai media pembelajaran, siswa akan secara total terlibat dalam proses pembelajaran dan ini akan mempengaruhi kesuksesan belajar.
Penulis berharap bahwa kajian ini akan bermanfaat bagi guru Bahasa Inggris dalam mengembangkan metode pembelajarannya dan pada saatnya nanti dapat mengubah pembelajaran menjadi lebih revolusioner.
Magelang, Januari 2009
Penulis
Ttd
Herlina Bayu P, S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak 1971, revolusi komunikasi tidak dapat dibendung lagi. Dunia telah berubah menjadi sebuah tempat besar untuk saling berbagi informasi. Dengan berkomunikasi, orang – orang di seluruh dunia dapat membagi pengetahuan yang mereka miliki. Menurut UNESCO statistical yearbook (1992) dunia telah mencetak 800.000 judul buku setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa informasi begitu dibutuhkan untuk mengadakan revolusi di berbagai bidang. Setiap orang harus menyesuaikan dirinya sendiri terhadap Permasalahannya muncul ketika bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa Inggris. Seorang pembelajar harus mampu menggunakan bahasa Inggris untuk membaca dan berbicara yang kedua hal itu tidak akan dapat terlaksana tanpa penguasaan vocabulary (kosa kata bahasa Inggris) yang baik. Di Indonesia, penguasaan atas kedua ketrampilan berbahasa di atas terlihat masih sangat sulit untuk dicapai. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor itu adalah hambatan psikologis sebagaimana dikatakan oleh Georgi Lozanov (1979) bahwa kurang percaya diri dalam melakukan sesuatu dapat berdampak pada hasil akhirnya. Jika kita yakin bahwa kita mampu melakukan sesuatu, kita benar – benar akan mampu melakukannya. Tapi, jika kita ragu dan tidak percaya bahwa kita mampu melakukannya, pikiran negatif ini benar – benar akan mewujud.
Ketika seorang bayi dilahirkan, dia memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi jenius. Hal ini bisa dibuktikan ketika dia berumur dua tahun. Seorang bayi mulai berkomunikasi dengan berbicara, suatu ketrampilan yang tidak ia pelajari melalui buku tata bahasa, belajar di sekolah, atau melalui ujian. Dan ketika seorang bayi tinggal di sebuah keluarga yang berbicara dengan dua bahasa, dia akan berbicara dalam kedua bahasa itu dengan kefasihan yang sama.
Tetapi ketika bayi tumbuh, umpan balik negatif terus menerus menyerang kepercayaan dirinya. Kita bisa melihat praktek pembelajaran di kelas sebagai contoh. Seorang guru menanyakan sesuatu kepada muridnya. Seorang murid mengacungkan tangannya dan menjawabnya dengan penuh rasa percaya diri. Teman – temannya tertawa mendengar jawaban itu. Sang guru, dengan wajah masam, berkata bahwa jawaban itu salah. Hal ini membuat ia malu. Dan bagi banyak orang ini merupakan awal dari pencitraan diri yang negative. Kemampuan luar biasa yang dimiliki oleh seorang bayi di awal kehidupannya hilang.
Ketika seorang bayi berulang tahun yang pertama, dia belajar berjalan. Selama proses belajar itu, kita tak dapat menghitung berapa kali ia jatuh, bangun dan mencoba lagi. Orang tuanya selalu menjaganya, menyemangatinya bahwa ia mampu melakukannya. Sekali sang bayi berhasil, orang tua menunjukkan kegembiraan dengan bersorak dan bertepuk tangan. Seorang bayi tidak mengenal kegagalan. Dan kekuatan berpikir positif ini akhirnya membawa sang bayi pada kemampuan berjalan. Siswa di atas mendapatkan umpan balik negatif dari guru dan juga teman – temannya. Dia kehilangan kepercayaan diri. Dan selangkah demi selangkah, dia mulai tidak mau mengambil resiko. Dia takut jika gagal.
Jack Canfield (1982) melaporkan penemuannya bahwa setiap anak menerima kira – kira 460 umpan balik negatif dan hanya menerima 75 umpan balik positif. Padahal, jika otak mengalami stress, kapasitas saraf untuk berpikir secara rasional tidak akan mencapai tingkat paling maksimum. Dan, keadaan ini juga menghambat High Order Thinking Skill (HOTS), menghentikan proses pembelajaran di saat ini dan di masa depan (Mac Lean, 1990) Jika emosi negatif yang kuat selama proses belajar merupakan musuh dari pembelajaran yang baik, maka pembelajaran yang baik mestinya menjauhinya. Proses pembelajaran harusnya menyenangkan bagi seluruh siswa.
Merupakan tugas guru untuk menyediakan suasana yang menyenangkan selama proses belajar. Guru harus mencari cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan mengkesampingkan ancaman selama proses pembelajaran. Salah satu cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan adalah dengan menggunakan komik sebagai media pembelajaran.
Mengapa kita memilih komik? Karena anak – anak, sebagaimana orang dewasa juga, menyukai komik. Umumnya anak – anak menyukai komik. Maka, jika media yang menyenangkan ini dipakai dalam proses pembelajaran, ia akan membawa suasana menyenangkan dalam proses pembelajaran. Jika siswa mendapati suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran, mereka akan terlibat total dalam proses pembelajaran itu. Keterlibatan secara total ini penting untuk melahirkan hasil akhir yang sukses.
Penulis menggunakan komik untuk mengajar noun phrase ke kelas VII dari SMP Negeri 2 Kebonagung. Meskipun noun phrase merupakan materi yang mudah, siswa seringkali membuat kesalahan dalam mengimplementasikannya. Komik, harapan penulis, dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap noun phrase dan mampu menguatkan ingatan siswa terhadap penggunaannya.
B. Permasalahan
Penulis merumuskan masalah dari kajian ini sebagai berikut:
- Bagaimana respon siswa terhadap penggunaan komik sebagai media pembelajaran?
- Apakah siswa akan mendapatkan pemahaman yang sebenarnya terhadap penggunaan noun phrase setelah belajar dengan menggunakan komik?
C. Tujuan
Penulis ingin mengetahui apakah:
- Siswa merespon positif terhadap komik untuk media pembelajaran.
- Siswa paham benar dengan penggunaan noun phrase setelah mereka belajar dengan menggunakan komik.